KESETARAAN GENDER DALAM PANDANGAN ISLAM

PENDAHULUAN

Kesetaraan Gender  adalah frasa yang di gunakan oleh kalangan feminis, aktivis sosialis, para intelektual dan pejabat negara untuk menyebut ketidakseteraan yang di alami kaum wanita. selain itu dalam prespektif Feminis adanya ketidaksetaraan ini dianggap sangat merugikan wanita, karena ketidak setaraan inilah yang melahirkan berbagai ketidakadilan sistemik atas perempuan di berbagai bidang kehidupan seperti Politik, Ekonomi, sosial dan BudayaKekuasaan dan pengambilan keputusan yang didominasi oleh kaum lelaki selama ini dianggap tidak senstif jender yang mengakibatkan kebutuhan dan kepentingan perempuan tidak terakomodasi. Menurut mereka_Feminis dkk_dengan banyaknya perempuan dalam struktur kekuasaan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan, kepentingan perempuan dapat lebih mendapat perhatian dan ketidaksejahteraan jender dapat dipecahkan . Untuk itulah dalam upaya “menjual” isu KKG agar mendapat dukungan penuh oleh seluru element masyarakat tidak jarang isu-isu mengenai diskriminasi perempuan, kekerasan terhadap perempuan, marjinalisasi, kebodohan, dan eksploitasi perempuan digencarkan. KKG sering dikaitkan dengan diskrimnasi terhadap perempuan, subordinasi, penindasan, dan semacamnya. Upaya untuk menghilangkan diskriminasi tersebut adalah dengan menyetarakan gender. Upaya tersebut diwujudkan melalui program- program pelatihan gender untuk membangkitkan kesadaran perempuan, pelatihan tentang isu – isu  gender, dan pemberdayaan perempuan dalam berbagai segi kehidupan.

Tidak bisa dipungkiri! Memanas dan Mendunianya isu kesejahteraan gender termasuk di Indonesian sendiri berawal dari  Ajang Spektakuler Konferensi perempuan dunia yang dilaksanakan oleh PBB pada tahun 1995 di Beijing, konfrensi ini dihadiri oleh sekitar 189 negara-negara anggota PBB, yang menghasilkan Beijing Platform For Action (BPFA), dengan 12 bidang kritis yang menjadi perhatian penting mereka, beberapa diantaranya adalah: Perempuan dan kemiskinan, Pendidikan dan pelatihan bagi perempuan, Perempuan dan kesehatan, Kekerasan terhadap perempuan, perempuan dan konflik bersenjata, Perempuan dan Ekonomi,  Perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan.

Usaha para pejuang kesejaheraan gender ini memang tidak sia-sia. Digulirkannya Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam, UUD KDRT, Inpres no.9 tahun 2001 tentang pengurus utamaan gender  (PUG) merupakan bukti bahwa Isu Gender memang bukan sekedar wacana. Maka tidak heran jika dari usaha para pejuang gender ini bahkan berhasil melahirkan UU tentang legalisasi aborsi, Legalisasi perilaku sex babas ( atas nama HAM dan KKG) dan dukungan terhadap retaknya institusi keluarga melalui  peningkatan isu KDRT.

KESETARAAN GENDER DALAM PANDANGAN ISLAM

Setelah lebih dari delapan puluh tahun kekhalifahan islam, keadilan dan kesetaraan gender menjadi simbol perjuangan yang ingin diraih perempuan di berbagai belahan dunia manapun. Mayoritas Negara berkembang serempak berusaha mengimplementasikannya dalam kebijakan-kebijakan dalam negrinya. Keadilan serta kesetaraan gender merupakan sebuah perasa yang lekat dengan bahasa perjuangan para aktifis perempuan, kaum intelektual hingga para birokrat.

Dalam kacamata islam prespektif para Feminis yang menggaungkan ide kesetaraan gender tentu saja sangat bertentangan. Konsep gender menafikan naluri dan hanya menerima kesamaan potensi akal dan kebutuhan jasmani. Perbedaan pria dan wanita menurut konsep gender secara alami hanya terletak pada alat reproduksi semata,.

Pada fakta pelaksanaanya Isu gender ternyata banyak mengandung ambiguitas. Hal ini terjadi tentu saja karena ide ini dibangun diatas asumsi –asumsi yang rancu dan tidak realistis.

Dipandang dari subtansi dasarnya, ide kesetaraan gender jelas berasal dari landasan (aqidah) sekularisme yang selalu mencari celah untuk bebas dari aturan hakiki yang menafikan hak prerogatif Al-Khaliq dalam mengatur kehidupan. Pada tataran praktis, islam telah memberi aturan yang rinci berkenaan dengan peran serta fungsi wanita dan pria masing-masing dalam menjalani kehidupan ini. Adakalanya sama dan adakalanya berbeda. Hanya saja ada perbedaan dan persamaan pada pembagian peran dan fungsi masing-masing ini tidak bisa di pandang sebagai adanya kesetaraan atau ketidaksetaraan gender. Pembagian tersebut semata-mata merupakan pembagian tugas yang dipandang sama-sama pentingnya di dalam upaya mewujudkan kehidupan masyarakat, yakni tercapainya kebahagiaan yang hakiki di bawah keridhoan Allah semata.

Lebih jauh lagi, Islam datang sebagai revolusi yang mengeliminasi diskriminasi kaum Jahiliyah atas perempuan dengan pemberian hak warisan, menegaskan persamaan status dan hak dengan laki-laki, pelarangan nikah tanpa jaminan hukum bagi perempuan dan mengeluarkan aturan pernikahan yang mengangkat derajat perempuan masa itu dan perceraian yang manusiawi.

Pada beberapa agama di luar islam kaum perempuan harus berjuang untuk mendapatkan hak-haknya. Dalam banyak kasus, perjuangan mereka masih berlangsung hingga saat ini. Perempuan nasrani, misalnya, harus berjuang keras agar pendapat mereka di dengar dan lebih lanjut perjuangan ini menyebabkan perubahan yang ekstrim sehingga tidak terkesan sexist dan lebih diterima kaum perempuan. Di lain pihak, islam telah memberikan hak-hak kaum perempuan secara adil, kaum perempuan tidak perlu meminta, apalagi menuntut atau memperjuangkannya.

Sebagai din yang menyeluruh, islam memiliki pandangan yang khas dan berbeda secara diametral dengan pandangan demokrasi dalam melihat dan menyelesaikan masalah perempuan. Termasuk di dalam memandang bagaimana hakikat politik dan kiprah politik perempuan di dalam masyarakat. Hal ini terkait dengan bagaimana pandangan mendasar islam tentang keberadaan laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana diketahui, islam memandang bahwa perempuan hakikatnya sama dengan laki-laki, yakni sama-sama sebagai manusia, hamba Allah yang memiliki potensi dasar berupa akal, naluri dan kebutuhan fisik. Sedangkan dalam konteks masyarakat, islam memandang bahwa keberadaan perempuan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan laki-laki. Keduanya diciptakan untuk mengemban tanggung jawab yang sama dalam mengatur dan memelihara kehidupan ini sesuai dengan kehendak Allah swt sebagai pencipta dan pengatur makhluNya

Mendiskusikan kaitan feminisme dan Islam tidak akan terlepas dari kehadiran Qur’an dan sumber hukum lainnya, sebagai petunjuk samawi yang secara komprehensif dan lugas memaparkan hak asasi perempuan dan laki-laki yang sama, hak itu meliputi hak dalam beribadah, keyakinan, pendidikan, potensi spiritual, hak sebagai manusia, dan eksistensi menyeluruh pada hampir semua sektor kehidupan.
Di antara 114 surat yang terkandung di dalamnya terdapat satu surat yang didedikasikan untuk perempuan secara khusus memuat dengan lengkap hak asasi perempuan dan aturan-aturan yang mengatur bagaimana seharusnya perempuan berlaku di dalam lembaga pernikahan, keluarga dan sektor kehidupan. Surat ini dikenal dengan surat An-nisa’, dan tidak satupun surat secara khusus ditujukan kepada kaum laki-laki.

Pada dasarnya bahwa gender dalam perspektif islam menganggap bahwa kaum perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki, yaitu sebagai hamba Allah. Oleh sebab itu, semestinya tidak ada seorangpun diantara manusia yang tertipu dengan berbagai prasangka dan propaganda kalangan media massa barat yang merasa takut dengan islam.  Islam memandang wanita dari sudut pandang keimanan sebagai individu anggota umat yang dikaitkan dengan individu yang lain dengan ikatan aqidah. Yang dimaksud ikatan aqidah ini adalah sebuah ikatan yang membentuk gerakan politik yang berperan sebagai motor penggerak aktivitas umat dengan tujuan mewujudkan syariat yang menjadi hukum umat. Seperti dalam ayat ini disebutkan sejumlah sifat yang dianggap baik oleh islam.Artinya: “sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (TQS. Al-Ahzab [33] 35)”. Pesan utama yang hendak disampaikan ayat di atas adalah bahwa sifat-sifat baik itu dapat dimiliki kedua belah pihak, baik kaum laki-laki dan perempuan. Sebagai manusia, kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang sama, pahala dan kebaikan di hari akhir pun di sediakan bagi kaum laki-laki dan kaum perempuan. Setiap individu akan dihisab berdasarkan perbuatan yang mereka lakukan di dunia. Jenis kelamin sama sekali tidak di pertimbangkan dalam masalah ini. Ada pula ayat lain yang Artinya: “Barang siapa yang mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan baik dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya mereka pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. An-Nahl [16]: 97), Kita bisa menarik kesimpulan telah sangat jelas bahwa islam menganggap kaum perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki , namun bukan berarti  harus melawan kodrat masing-masing, oleh karena itu Isu gender sebenarnya sangat tidak berlaku bagi umat muslim.

PENUTUP

Gagasan kesejahteraan gender yang hanya berimplikasi pada pelanggaran atas hukum-hukum yang telah diatur sang Khaliq, sudah amat melekat pada kehidupan kita. Para misionaris dalam hal ini feminis dan aktivis perempuan beserta anteknya tida pernah lelah dalam menggecarkan gagasan mereka, sebagai penutup Penulis hanya ingin bertanya, Tetapkah kita diam melihat kondisi dimana saudari kita, teman, dan seluruh wanita yang ada disekeliling kita merapatkan barisan menjadi pengikut mereka?

REFERENSI

Al- Wa’ie, Isu Gender Perlu di waspadai.

My only site.multiplay.com

.

Tinggalkan komentar